Rabu, 19 Oktober 2011

Setangkai Hati #part 2

Kereta Sol Helios sudah turun ke istana emasnya. Digantikan Luna Selena yang berpendar pucat dalam hamparan hitam di temani ribuan pernik-pernik kecil.
Angin nakal beberapa kali membelai rambut sepinggang Dissa yang tergerai. Membuat rambut itu sedikit acak-acakan. Beberapa kali ia membenarkan rambutnya dengan menyematkan beberapa rambutnya ke belakang kuping.
Ia menutup buku bertulisan BIOLOGI gede-gede disampulnya, dan memasukkannya ke dalam tas. Ia menarik kursi belajarnya ke dekat jendela, kemudian mendudukinya. Wajahnya terlihat sangat lelah, beberapa kali ia sempat mengambil napas dalam, namun pelan.
 Senyum membingkai wajah cantiknya. “Hei, bintang! Apa kabar?” sapanya kepada bintang-bintang seolah-olah mereka bisa menjawabnya.
“Udah lama banget ya gue nggak nyapa lo? Hmm. Terakhir kali pas gue nangis dua tahun lalu. Gue harap lo nggak lupa ama gue,” ia tersenyum lagi.
Ia ingat benar saat terakhir kalinya ia melihat bintang.
Malam itu Dissa duduk di dekat jendela, persis seperti hari ini. Ia bersiap mencurahkan segala isi hatinya pada bintang-bintang.
“Bintang, apa gue terlalu tolol? Gue masih kebayang apa yang gue lakuin ama dia setahun lalu. Gue mutusin dia tanpa alasan. Gue tau betapa sakit hatinya dia,” ia tertunduk sebelum kembali menatap bintang.
“Waktu itu gue lagi kalut. Gue emang konyol! Gue hanya peduli dengan gengsi gue karena gue dan dia beda. Gue pengen cowok yang perfect, tapi dia acak-acakan. Meskipun gue tau dia bakal ngelakuin apa aja demi gue, tapi gue udah nggak bisa nahan-nahan, gue nurutin gengsi gue. Gue bodoh! Kalau aja siang itu nggak terjadi, pasti gue masih bareng dia. Jujur gue masih sayang banget sama dia.
“Sekarang yang ada, setelah dua tahun putus, gue lost contact seratus persen. Apa dia masih sakit hati sama gue? Ah, entahlah. Gue harus menetralkan segalanya. Gue kudu bisa terima kebodohan gue. Bintang, gue mohon, bantu gue buat lupain dia,” Dissa menunduk lagi. Kristal bening menetes dari sudut matanya. Ia terasa hancur.
MP3 player ponselnya memainkan sayup-sayup lagu Lyla-Bernafas Tanpamu. Hatinya semakin berdesir. Cintanya takkan pernah terbalaskan lagi. Ia harus melupakannya, melupakan masa lalu yang sangat indah namun memilukan.
Matanya merayapi setiap sudut langit. Sekali lagi ia tersenyum, “Tenang aja, bintang. Gue udah lupain dia kok. Gue udah bisa terima kebodohan gue waktu itu.”
Beberapa menit kemudian Dissa terlibat diam dengan bintangnya. Tak ada yang mengawali pembicaraan, sepatah kata pun. Hingga akhirnya Dissa memulainya kembali. “Udah larut nih, gue tidur dulu ya? Night,” ucap Dissa sebelum menutup jendela kamarnya dan menaiki tempat tidur.
***
“Keaaaa…..” seru Dissa dan Tita hampir bersamaan. Kea tersenyum lebar melihat dua sahabat yang sangat ia rindukan itu. “Gue kangen kalian,” ucap Kea.
“Sama. Kita juga kangen sama lo. Kemana aja lo? Tega banget lo nggak ngasih kabar ke kita. Ngasih izin ke sekolah kagak, di-sms nggak dibales, giliran ditelepon pasti dialihin. Payah lo,” omel Tita.
“Bawel lo tetep ya, Ta. Hahahaha. Gue kemarin sakit,” jawab Kea sambil menempati kursinya.
“Gitu lo-nya nggak ngabarin. Kita mau ke rumah lo, takutnya lo nggak ada. Tiap di sms, lo nggak pernah bales. Di telpon, dialihin mulu. Sakit apa sih lo, Ke?” tanya Tita lagi.
“Sakit jiwa. Hahahahaha,” jawab Kea sambil tertawa dibarengi tawa kedua sahabatnya.
Perpustakaan begitu lengang hari ini, sebagian anak-anak menghabiskan waktunya untuk membeli jajanan di kantin. Dissa dan Kea tengah mencari beberapa buku di perpustakaan untuk bahan tugas kelompok.
***

1 komentar: